Kamis, 21 Januari 2016

Satu di antara Tontonan Bahaya Bagi Mindset Anak "Uttaran"







CekSehat - Kata bahaya dalam judul tidak pakai tanda kutip, karena memang jelas dan bisa dipastikan untuk mendapatkan perhatian serius. Bahwa ada pendidikan moral yang keliru dan salah kaprah, bahkan bisa tertanam dimindset bernuansa negatif untuk para penggemarnya. Mungkin bagi tingkatan orangtua dan yang sudah 17 tahun keatas yang menonton, bisa melihat serta menilai dari berbagai sudut pandang sosial, tapi akan lain lagi bila untuk para ABG yang masih labil!
Berawal dari kesukaan adik perempuan saya ( fans film India) kelas Satu SMA, setiap waktu penayangan film tersebut dengan cepatnya dia mengubah channel ketika saya sedang asyik menonton. Bayangkan penayangan yang begitu lamanya, setiap hari tanpa ada jeda waktu yang terlewati. Mau tidak mau saya juga menonton, seperti apakah film tersebut? dan akhirnya saya turut mendampingi beberapa episode, dan kalau tidak nonton dan ketinggalan episode sebelumnya maka adik saya menceritakan seperti apa jalan ceritanya.
Dan atas apa yang saya saksikan, sungguh sebuah tayangan yang miris. Berikut sedikit kesimpulannya:
1. Pada awal tayang, menceritakan kisah tentang anak mungil dari kampung (icha kecil) dengan berbagai alur ceritanya. Mungkin bisa dibilang itu pas untuk ditonton anak ABG gitu. Bahkan Icha kecil mempunyai impian ingin menjadi orang besar, tapi tiba-tiba jalan cerita begitu mudah dibalikkan menjadi kisah tentang Icha dewasa. lalu apa sisi negatifnya? Jika dilihat kelanjutannya, Icha hanya penuh kerumitan tentang cinta segitiganya. Lalu impiannya hanya dianggap angin lalu, yang mana dampaknya : penonton tingkat anak/ remaja yang labil, bisa saja “mengikuti” bagaimana tokoh utama yang begitu mudah melepas masa depan hanya demi keinginan semu.
2. Icha kecil merupakan gadis penurut dan pintar, tapi di saat dewasa menjadi gadis yang “ditokohkan” alim tapi keras kepala. Ibunya yang begitu baik seringkali ditentang dan dibantah, dan ayah angkatnya yang begitu bijaksana pun sering kali tak dianggap (bahkan dibohongi dari belakang dalam kisah pernikahan palsunya).  Terlepas dari apapun tujuan dan maksud seorang anak, tetap saja orangtua ingin yang terbaik bagi masa depannya. Selain itu, sebuah kesalahan (dosa besar) bila menentang orangtua yang membesarkan dengan susah payah, lalu hanya demi cinta, keluarga dilawan! Bahkan, ibunya beberapa kali harus tunduk atas “permintaan bodoh” anaknya, jika tidak dituruti memberikan ancaman akan kabur.  Dampaknya: penonton anak/remaja bisa saja mengikuti cara seperti itu, karena dianggap cara bagus untuk mewujudkan hasrat/keinginan.
3. Tokoh Tapasya ( anak dari bapak angkatnya), merencanakan pembunuhan untuk Icha dengan memanfaatkan mantan pacarnya. Bayangkan saja, demi perasaan yang berlebihan sehingga menghalakan segala cara walau harus menghilangkan nyawa saudara angkatnya? Sebuah peringatan keras atas apa yang ditayangkan film serial tersebut. Dampaknya: bisa saja anak/remaja yang menonton mempunyai tanggapan, bahwa membunuh merupakan cara terbaik menyelesaikan dendam/ cemburu/ sakit hati/ atau hal negatif lainnya.
4. Tokoh Icha yang begitu menyayangi saudarinya Tapasya (walau bertepuk sebelah tangan), begitu mudah menurut dan patuh, dijodohkan dengan pemabuk manggut-manggut saja  walau ibunya menentang (tapi gagal), lalu detik-detik akan dinikahkan dengan pria idamannya, malah mau juga digantikan oleh Tapasya padahal ibunya memohon bertekuk lutut jangan dilakukan. Kemudian yang terbaru dijodohkan dengan pecandu narkoba juga mau, padahal ibunya bersedih karena tidak setuju (entah apa kelanjutannya). Yang membuat bingung adalah, Icha sebagai gadis baik tapi ibu sendiri (meski seorang pembantu) tidak dihargai dan dihormati sama sekali. Dampaknya: anak/remaja yang menonton bisa saja memikirkan bahwa, toh gadis baik-baik juga membenarkan untuk melawan ibu kandungnya? Bukankah dalam ajaran agama manapun, seorang ibu sangat tinggi kedudukannya!
5. Tokoh Icha kerap kali membohongi dan menutupi segala kejadian dari orangtuanya, padahal yang terkena dampaknya ialah semua keluarga. Yang kita ketahui dalam dunia realita, anak yang benar-benar baik dan alim, senantiasa mengutamakan kejujuran walau sepahit apapun, serta selalu terbuka atas segala masalah kepada kepada orangtua. Dampaknya: anak/remaja yang menonton bisa beranggapan bahwa bohong dan tertutup merupakan sikap yang tepat dalam menjalani kehidupan!
6. Tokoh Tapasya mencoba bunuh diri dengan berusaha memotong urat nadi, karena ada keinginan yang tidak bisa didapatkannya yaitu cinta seorang lelaki, dan tokoh Frans mencoba bunuh diri dengan meloncat dari atas rumah, alasannya pun sama karena khawatir gagal mendapatkan cinta seorang wanita. Dampaknya: Upaya bunuh diri bisa dianggap sebagai solusi jitu menekan orangtua, karena dalam film uttaran memperlihatkan “keberhasilan” dengan cara seperti demikian
7. Film serial Uttaran tidak mendapatkan label khusus 17 tahun ke atas, atau mendapatkan peringatan wajib didampingi orangtua. padahal jika disimak dalam film tersebut, yang namanya label bukan untuk sekedar adegan bersifat seksual semata (sensor dada), tapi tentang prilaku kekerasan (pembunuhan, mabuk-mabukan, narkoba) dan pendidikan moral yang keliru pun harus diperhatikan! Apalagi Uttaran berawal untuk anak-anak kemudian meloncat jadi tayangan film dewasa..
Note: Pihak sensor yang paling terbaik untuk anak, bukanlah Menkominfo dan ataupun media. Melainkan kita, yang wajib dan ekstra ketat dalam menjaga mata dan telinga anak yang masih labil dari segala sesuatu yang ditontonnya.


Hendrik Riyanto
(kompasiana/muslimahzone.com)/Dengan Perubahan


0 komentar:

Posting Komentar

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan

Popular Posts

Setiap Artikel Mempunyai Hak Cipta ©. Diberdayakan oleh Blogger.

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *