Satu di antara Tontonan Bahaya Bagi Mindset Anak "Uttaran"
CekSehat - Kata
bahaya dalam judul tidak pakai tanda kutip, karena memang jelas dan bisa
dipastikan untuk mendapatkan perhatian serius. Bahwa ada pendidikan moral yang
keliru dan salah kaprah, bahkan bisa tertanam dimindset bernuansa negatif untuk para
penggemarnya. Mungkin bagi tingkatan orangtua dan yang sudah 17 tahun keatas
yang menonton, bisa melihat serta menilai dari berbagai sudut pandang sosial,
tapi akan lain lagi bila untuk para ABG yang masih labil!
Berawal
dari kesukaan adik perempuan saya ( fans film India) kelas Satu SMA, setiap
waktu penayangan film tersebut dengan cepatnya dia mengubah channel ketika saya
sedang asyik menonton. Bayangkan penayangan yang begitu lamanya, setiap hari
tanpa ada jeda waktu yang terlewati. Mau tidak mau saya juga menonton, seperti
apakah film tersebut? dan akhirnya saya turut mendampingi beberapa episode, dan
kalau tidak nonton dan ketinggalan episode sebelumnya maka adik saya
menceritakan seperti apa jalan ceritanya.
Dan atas apa yang saya saksikan,
sungguh sebuah tayangan yang miris. Berikut sedikit kesimpulannya:
1. Pada awal tayang,
menceritakan kisah tentang anak mungil dari kampung (icha kecil) dengan
berbagai alur ceritanya. Mungkin bisa dibilang itu pas untuk ditonton anak ABG
gitu. Bahkan Icha kecil mempunyai impian ingin menjadi orang besar, tapi
tiba-tiba jalan cerita begitu mudah dibalikkan menjadi kisah tentang Icha
dewasa. lalu apa sisi negatifnya? Jika dilihat kelanjutannya, Icha hanya penuh
kerumitan tentang cinta segitiganya. Lalu impiannya hanya dianggap angin lalu,
yang mana dampaknya : penonton tingkat anak/ remaja yang labil, bisa saja
“mengikuti” bagaimana tokoh utama yang begitu mudah melepas masa depan hanya
demi keinginan semu.
2. Icha kecil merupakan gadis
penurut dan pintar, tapi di saat dewasa menjadi gadis yang “ditokohkan” alim
tapi keras kepala. Ibunya yang begitu baik seringkali ditentang dan dibantah,
dan ayah angkatnya yang begitu bijaksana pun sering kali tak dianggap (bahkan
dibohongi dari belakang dalam kisah pernikahan palsunya). Terlepas dari
apapun tujuan dan maksud seorang anak, tetap saja orangtua ingin yang terbaik
bagi masa depannya. Selain itu, sebuah kesalahan (dosa besar) bila menentang
orangtua yang membesarkan dengan susah payah, lalu hanya demi cinta, keluarga
dilawan! Bahkan, ibunya beberapa kali harus tunduk atas “permintaan bodoh”
anaknya, jika tidak dituruti memberikan ancaman akan kabur. Dampaknya:
penonton anak/remaja bisa saja mengikuti cara seperti itu, karena dianggap cara
bagus untuk mewujudkan hasrat/keinginan.
3. Tokoh Tapasya ( anak dari
bapak angkatnya), merencanakan pembunuhan untuk Icha dengan memanfaatkan mantan
pacarnya. Bayangkan saja, demi perasaan yang berlebihan sehingga menghalakan
segala cara walau harus menghilangkan nyawa saudara angkatnya? Sebuah
peringatan keras atas apa yang ditayangkan film serial tersebut. Dampaknya:
bisa saja anak/remaja yang menonton mempunyai tanggapan, bahwa membunuh
merupakan cara terbaik menyelesaikan dendam/ cemburu/ sakit hati/ atau hal
negatif lainnya.
4. Tokoh Icha yang begitu
menyayangi saudarinya Tapasya (walau bertepuk sebelah tangan), begitu mudah
menurut dan patuh, dijodohkan dengan pemabuk manggut-manggut saja walau
ibunya menentang (tapi gagal), lalu detik-detik akan dinikahkan dengan pria
idamannya, malah mau juga digantikan oleh Tapasya padahal ibunya memohon
bertekuk lutut jangan dilakukan. Kemudian yang terbaru dijodohkan dengan
pecandu narkoba juga mau, padahal ibunya bersedih karena tidak setuju (entah
apa kelanjutannya). Yang membuat bingung adalah, Icha sebagai gadis baik tapi
ibu sendiri (meski seorang pembantu) tidak dihargai dan dihormati sama sekali.
Dampaknya: anak/remaja yang menonton bisa saja memikirkan bahwa, toh gadis
baik-baik juga membenarkan untuk melawan ibu kandungnya? Bukankah dalam ajaran
agama manapun, seorang ibu sangat tinggi kedudukannya!
5. Tokoh Icha kerap kali
membohongi dan menutupi segala kejadian dari orangtuanya, padahal yang terkena
dampaknya ialah semua keluarga. Yang kita ketahui dalam dunia realita, anak
yang benar-benar baik dan alim, senantiasa mengutamakan kejujuran walau sepahit
apapun, serta selalu terbuka atas segala masalah kepada kepada orangtua.
Dampaknya: anak/remaja yang menonton bisa beranggapan bahwa bohong dan tertutup
merupakan sikap yang tepat dalam menjalani kehidupan!
6. Tokoh Tapasya mencoba bunuh
diri dengan berusaha memotong urat nadi, karena ada keinginan yang tidak bisa
didapatkannya yaitu cinta seorang lelaki, dan tokoh Frans mencoba bunuh diri
dengan meloncat dari atas rumah, alasannya pun sama karena khawatir gagal mendapatkan
cinta seorang wanita. Dampaknya: Upaya bunuh diri bisa dianggap sebagai solusi
jitu menekan orangtua, karena dalam film uttaran memperlihatkan “keberhasilan”
dengan cara seperti demikian
7. Film serial Uttaran tidak
mendapatkan label khusus 17 tahun ke atas, atau mendapatkan peringatan wajib
didampingi orangtua. padahal jika disimak dalam film tersebut, yang namanya
label bukan untuk sekedar adegan bersifat seksual semata (sensor dada), tapi
tentang prilaku kekerasan (pembunuhan, mabuk-mabukan, narkoba) dan pendidikan
moral yang keliru pun harus diperhatikan! Apalagi Uttaran berawal untuk
anak-anak kemudian meloncat jadi tayangan film dewasa..
Note: Pihak sensor yang paling
terbaik untuk anak, bukanlah Menkominfo dan ataupun media. Melainkan kita, yang
wajib dan ekstra ketat dalam menjaga mata dan telinga anak yang masih labil
dari segala sesuatu yang ditontonnya.
Hendrik Riyanto
(kompasiana/muslimahzone.com)/Dengan
Perubahan
0 komentar:
Posting Komentar